Inilah kisah sekelompok pelajar SMPN 6 Surabaya, jawa timur, yang punya
kegilaan pada musik dan bersepakat membentuk grup band bernama Dewa.
Mereka adalah Ahmad Dhani (keyboard, vocal), Erwin Prasetyo (bas), Andra
Junaidi (gitar), dan Setiawan Juniarso/Wawan (drum).
Keseharian mereka sebenarnya biasa saja. Hampir2 tak bisa dibedakan dari
remaja kebanyakan. Kalaupun ada hal yang membedakan ,itu adalah
seringnya mereka bolos sekolah untuk bisa laltihan band.
Mereka biasa latihan dirumah Setiawan Juniarso (akrab dipanggil Wawan),
yang terletak di dalam komplek Universitas Airlangga, dengan peralatan
yang boleh dibilang sekadarnya. Karena itu, kadang masing2 harus
patungan Rp.20.000 untuk bisa berlatih distudio beneran , yaitu Era
Musik Surabaya.,yang dikelola Didiet Dada. Tapi, sering juga uang yang
terkumpul tak cukup untuk bayar sewa studio. Akhirnya ,terpaksa ngutang
dulu.’ Kan sudah kenal dengan karyawan disana.
Semula grup ini pengibar setia lagu2 Toto dan grup musik beraliran pop
lainnya. Tetapi kemudian pindah haluan ke jazz setelah suatu hari Erwin
Prast memperkenalkan lagu2 Casiopea.
Akibatnya ,Dhani yang semula lebih senang musik rock mendadak ikut2an
keranjingan jazz. Tidak kepalang tanggung, ia bercita2 grupnya ingin
terkenal seperti Karimata atau Krakatau, dua grup jazz tenar saat itu.
Belakangan, bukan hanya Casiopea yang mereka mainkan, tapi juga Uzeb dan
Chick Corea.Wawan yang merasa fanatik pada musik rock tentu saja
kecewa. Dewa sudah tidak seperti yang dia bayangkan pada saat dibentuk
dulu. Ia pun keluar dan membentuk grup Outsider bersama seorang temannya
bernama Ari Lasso. Tapi setahun kemudian Ari bergabung dengan
Phytagoras. Dewa sendiri berubah nama menjadi Down Beat, diambil dari
nama sebuah majalah jazz terkenal.Down beat sempat menjadi “raja
Festival”, antara lain menyabet juara I festival band se-SLTA ’90 dan
juara II Jarum Super Festival. Sementara Phytagoras juara II Festival
Rock Indonesia yang digelar promotor Log Zhelebour. Singkat cerita ,
kedua grup tersebut sama2 punya taring.
Namun ternyata jazz bagi Down Beat adalah persinggahan semata. Ketika
muncul nama Slank dari Jakarta, meraka berubah pikiran lagi. “kami ingin
besar seperti mereka “ kata Ahmad Dhani. Wawan pun dipanggil “pulang”
dan Ari Lasso pun ikut boyongan. Nama Dewa kembali dikibarkan, kali ini
dengan embel2 19, angka yang menunjukan rata2 usia personelnya. Jangan
salah, musik yang mereka mainkan bukanlah rock seperti Slank , tapi pop
seperti semula.
Seorang teman sekelas Wawan bernama Harun Salahudin diam2 tertarik pada
konsep yang dimainkan mereka. Ia menawarkan investasi awal sebesar Rp.10
juta untuk memodali bikin master rekaman.
Setelah menghitung anggaran, ternyata jumlah tersebut terasa minim.
Soalnya, mereka telah memutuskan untuk bikin rekaman di Jakarta
,mengingat fasilitas studio di Surabaya dianggap kurang memadai. Jalan
keluarnya? Segala pengeluaran dibuat seirit mungkin. Setiba di Jakarta ,
mereka mengangkut sendiri ransel berisi peralatan ke Studio 15.
penghematan terutama dilakukan pada pemakaian jadwal. Kendati begitu,
toh mereka masih sanggup mendatangkan musisi tamu untuk lagu2 tertentu.
Diantaranya pemain Bintang Indriarto untuk lagu Kukan Datang (Kangen)
dan Widjang & Dandy sebagai programmer lagu Rein.
Pokoknya saat itu Dewa19 bekerja habis2an untuk album perdana. Tentu
dengan segala keterbatasan yang ada, termasuk pengusahaan studio rekaman
dan biaya yang pas2an. Toh, mereka bertekad untuk menghasilkan yang
terbaik mengingat album yang tengah digarap akan menjadi titik tolak
perjalanan mereka ke depan.
Setelah seluruh lagu selesai digarap, Wawan, Ari, dan Andra pulang ke
Surabaya untuk meneruskan kegiatan sekolah masing2. Dhani Manaf memilih
bertahan di Jakarta, untuk mencari distributor yang mau diajak
kerjasama. Tapi ternyata mendapat peluang seperti yang diangankan bukan
pekerjaan mudah, apalagi Dhani termasuk pendatang baru untuk urusan ini.
TURUN NAIK BUS
“saya segera mendatangi puluhan distributor rekaman yang ada dijakarta
secara door to door. Naik menenteng- nenteng master rekaman. Kalau
dipikir, sengsara juga waktu itu. Apalagi, yang ditemui umumnya menolak
dengan alas an materinya kurang menjual. Sementara itu duit dikantong
makin menipis. Saya sempat frustasi, sampai akhirnya seorang produser
dari Team Record bernama pak Jan N. Djuhana menunjukan ketertarikan pada
lagu kangen dan Kita Tidak Sedang Bercinta Lagi. (rupanya tanpa
sepengetahuan mereka, materi diatas sampai ke tangan Pak Jan melalui
Ipoenk, operator album tersebut).
Pak Jan nampaknya yakin betul bahwa lagu2 tersebut potensial untuk
menjadi hit. Apalagi ketika ia mendengar komentar James F. Sundah,
komposer beken yang menciptakan lagu Lilin-Lilin Kecil-nya Chrisye”
“wah, gila .ini bener2 new act, bukan new comer lagi namanya,” kata Pak Jan D. Djuhana menirukan komentar James F. Sundah.
“lucunya, pak Jan sendiri saat itu belum pernah bertemu dengan saya
maupun personel Dewa lainnya. Ia mendapatkan demo tersebut dari seorang
kenalan. Nah ,si kenalan ini mendapatkan “barang” tersebut dari orang
yang namanya Ipoenk, operator yang menggarap demo 19 di studio 15. itu
sebabnya, begitu Team Record memutuskan untuk “mengambil” Dewa19, Pak
Jan malah kebingungan mencari kami.,”
Ketika proses pencarian personel Dewa19 berlangsung, ,kondisi Team
Record sendiri sebenarnya sedang mengalami krisis. Pemiliknya sudah
berniat menutup perusahaan rekaman tersebut. Tak heran jika setelah
mendengar lagu2 tadi, Pak Jan melihat adanya peluang untuk
“memperpanjang nyawa “ Team Record. “kalau mereka (Dewa19) suatu saat
muncul,ini emas buat kita,” kata Pak Jan dihadapan sejumlah staf Team
Record. Ternyata, akhirnya ia bertemu dengan si pemilik master. Ya
,Harun Salahudin itulah. Rupanya selama pihak Team Record bikin
pertimbangan, Harun “bergerilya” ke hampir setiap perusahaan rekaman di
Jakarta untuk menawarkan master tersebut. Hasilnya , nihil.
Terjadilah proses negosiasi. Kesanggupan Harun untuk menanggung seluruh
biaya promosi melegakan hati Pak Jan. Artinya, Team Record cuma tinggal
mendistribusikan.
Pada saat itu satu2nya acara musik ditelevisi yang di anggap paling
bergengsi adalah Selekta Pop punya TVRI. Ongkos sekali tayang Rp. 5
juta. James F. Sundah yang mengaku sudah kesengsem dengan konsep musik
Dewa19 langsung menawarkan diri untuk membuatkan video klip Kangen
(waktu itu belum ada istilah video klip). Berbekal biaya Rp.2,5 juta,
James dan rombongannya segera bertolak ke TVRI Yogyakarta untuk syuting.
Team Record segera menyerahkan hasilnya berupa Umatic ke TVRI. Total
biaya yang dikeluarkan untuk biaya promosi adalah Rp. 7,5 jut. Termasuk
besar , loh.!
Setelah muncul di Selekta Pop , lagu Kangen mendapat respons sangat
bagus permintaan pasar langsung melonjak. Saking bersemangat, Harun
Salahudin sampai berniat menjual BMW-nya untuk menambah biaya promosi
Dewa 19 agar lebih gencar, kalau saja tidak keburu dicegah Pak Jan.
“wah, nanti kalau mobil itu gak keganti gimana”. Kata Pak Jan tertawa.
TERLARIS BASF
“Album pertama Dewa 19 diluar dugaan memang meledak. Menurut Pak Jan,
penjualannya mencapai angka 170.000 keping (pada saat itu). Untuk
mengantisipasi membanjirnya permintaan manggung, Harun segera mengangkat
Pamannya ,Putra Jaya Husin, sebagai manajer kami.
Melambungnya penjualan kaset kami ternyata tidak berhasil menolong Team
Record. Perusahaan itu tak sanggup memasok permintaan pasar karena
keadaan Team Record yang sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Akhirnya
Team Record bekerja sama dengan PT. Aquarius Musikindo yang bersedia
mengambil alih hak edar album tersebut. Maka terhitung sejak saat itu,
PT. Aquarius Musikindo adalah pemegang hak edar atas album Dewa19,
sementara kepemilikan tetap berada ditangan Harun Salahudin sebagai
eksekutif produser.
PT. Aquarius Musikindo menilai bahwa promosi album Kangen harus
dioptimalkan. Tetapi karena membutuhkan dana yang tidak keci, Harun
terpaksa angkat tangan dan menyerahkan kepemilikan master grup Dewa19
kepada PT. Aquarius Musikindo. Dengan begitu, Aquarius dapat menjalankan
promosi lebih leluasa.
Dengan strategi promosi yang baru yang lebih terencana, penjualan album
Kangen melejit sampai 400.000 keping. Nama Dewa19 benar2 meroket sebagai
bintang yang bersinar dari kawasan indonesia timur. Dalam ajang musik
BASF Awards, kami berhasil menyabet dua penghargaan sekaligus, yaitu
Pendatang Baru Terbaik dan Album Terlaris 1993.
Sementara itu antara kami dengan Harun Salahudin terdapat ketidak
cocokan pendapat. Ia kemudian mengundurkan diri. Posisinya sebagai
produser eksekutif berpindah tangan ke Putra Jaya..” kata Ahmad Dhani.
sumber : tulisan Denny MR di majalah Hai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar